MANAJEMEN PERUBAHAN DAN BUDAYA ORGANISASI
Manajemen Perubahan dan Budaya
Organisasi yang telah dilakukan oleh Bank
BRI (Bank Rakyat Indonesia)
Dosen : Charisma Ayu Pramudhita
M.HRM
DI SUSUN OLEH :
Jeany Clara Gabrella
2013200058
STIE MULTI DATA PALEMBANG PROGRAM STUDI MANAJEMEN
PALEMBANG
2017
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepadaTuhan
Yang MahaEsa, karena berkat dan rahmat-Nya
kami dapat menyelesaikan makalah berjudul “Manajemen Perubahan Dan Budaya
Organisasi yang telah dilakukan oleh Bank BRI (Bank Rakyat Indonesia)”. Adapaun
makalah ini kami buat untuk memenuhi tugas dalam mata kuliah Seminar Manajemen
Perubahan dan Budaya.
Dalam pembuatan makalah ini, para penulis menyadari bahwa makalah ini
teramat jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, semua bentuk perbaikan,
saran, kritik, masukan dari teman -teman mahasiswa dan terutama dari dosen kami yang telah memberikan tugas dan petunjuk
kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini.
Terimakasih,
Penulis,
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Bank
Rakyat Indonesia (BRI) adalah salah satu bank milik pemerintah yang terbesar di
Indonesia. Pada awalnya Bank Rakyat Indonesia (BRI) didirikan di Purwokerto,
Jawa Tengah oleh Raden Bai Aria Wirjaatmadja dengan nama De Poerkertosche Hulp
en Spaarbank der Inlandsche Hoofden atau “ Bank bantuan dan simpanan milik kaum
priyai purwokerto “, suatu lembaga keuangan yang melayani orang-orang
berkebangsaan Indonesia (pribumi). Lembaga tersebut berdiri tanggal 16 Desember
1895, yang kemudian dijadikan sebagai hari kelahiran BRI. Sejak 1 Agustus 1992
berdasarkan Undang-Undang Perbankan No. 7 tahun 1992 dan peraturan pemerintah
RI No. 21 tahun 1992 status BRI berubah menjadi perseroan terbatas. Kepemilikan
BRI saat itu masih 100% ditangan Poemerintah Republik Indonesia. Pada tahun
2003, Pemerintah Indonesia memutuskan untuk menjual 30% saham bank ini,
sehingga menjadi perusahaan publik dengan nama resmi PT. Bank Rakyat Indonesia
(Persero).
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana perubahan-perubahan yang dilakukan Bank
Rakyat Indonesia (BRI) ?
2.
1.3
Visi dan Misi Bank Rakyat Indonesia
(BRI)
Visi Bank BRI
·
Visi Bank BRI yakni menjadi sebuah bank
terkemuka di Indonesia yang akan selalu mengutamakan kepuasan para nasabahnya.
Misi Bank BRI
· Bank BRI mampu melakukan segala jenis
kegiatan perbankan terbaik dengan mengutamakanpelayanan yang diberikan kepada
badan usaha mikro, menengah, dan kecil guna meningkatkan perekonomian
masyarakat.
· Bank BRI akan senantiasa memberikan
pelayanan prima pada setiap nasabahnya melalui jaringan BRI yang luas dan
didukung dengan adanya sumber daya manusia professional serta teknologi yang
handal, melaksanakan manajemen resiko dan praktek GCG (Good Cooperate
Governance) yang baik.
· Bank BRI akan memberikan keuntungan
serta manfaat secara optimal pada pihak-pihak yang berkepentingan.
1.4
Tujuan Bank Rakyat Indonesia (BRI)
PT
BANK RAKYAT INDONSIA adalah untuk menjadi Perbankan yang utama dan terbaik
memberikan pelayanan terbaik kepada pelanggan, dan selalu berinovasi
menciptakan strategi –strategi terbaru untuk menghadapi perubahan-perubahan
yang kerapkali terjadi di dunia perbankan. BRI akan terus berkembang dan
bergerak secara berani, bijaksana, dan dinamis ke arah yang lebih baik. Sebuah
arah yang tercermin dalam Tindakan-Tindakan Kebaikan yangTerencana di BRI.
1.5 Struktur Organisasi Bank Rakyat Idonesia
(BRI)
·
Asmawi Syam (Direktur Utama/ President
Director)
·
Sunarso (Wakil Direktur / Deputy
President Director)
·
Djarot Kusumayakti (Direktur / Director)
·
Gatot Mardiwasisto (Direktur / Director)
·
Toni Soetirto (Direktur / Director)
·
Randi Anto (Direktur / Director)
·
Susy Liestiowaty (Direktur / Director)
·
Zulhelfi Abidin (Direktur / Director)
·
Donsuwan Simatupang (Direktur /
Director)
·
Haru Koesmahargyo (Direktur / Director)
·
Mohammad Irfan (Direktur / Director)
·
Mustafa Abubakar (Komisaris Utama /
Komisaris Independen)
·
Gatot Trihargo (Wakil Komisaris Utama)
·
Ahmad Fuad Rahmany (Komisaris Independen)
·
Ahmad Fuad (Komisaris Independen)
·
Adhyaksa Dault (Komisaris Independen)
·
A. Sonny Keraf (Komisaris Independen)
·
Vincentius Sonny Loho (Komisaris)
·
Jeffry J. Wurangian (Komisaris)
1.6
Sejarah Bank Rakyat Indonesia (BRI)
Pada awalnya Bank
Rakyat Indonesia (BRI) didirikan di Purwokerto, Jawa Tengah oleh Raden Aria
Wirjaatmadja dengan nama Hulp-en Spaarbank der Inlandsche Bestuurs Ambtenaren
atau Bank Bantuan dan Simpanan Milik Kaum Priyayi yang berkebangsaan Indonesia
(pribumi). Berdiri tanggal 16 Desember 1895, yang dijadikan sebagai tanggal
kelahiran BRI.
Pendiri Bank Rakyat
Indonesia Raden Aria Wirjaatmadja pada masa setelah kemerdekaan RI, berdasarkan
dengan Peraturan Pemerintah No. 1 tahun 1946 Pasal 1 disebutkan BRI sebagai
Bank Pemerintah pertama yang didirikan di Republik Indonesia. Karena adanya
situasi perang untuk mempertahankan kemerdekaan pada tahun 1948, kegiatan BRI
sempat terhenti untuk sementara waktu dan baru mulai diaktifkan kembali setelah
perjanjian Renville pada tahun 1949 dengan perubahan nama menjadi Bank Rakyat
Indonesia Serikat. Pada waktu itu melalui PERPU No. 41 tahun 1960 dibentuklah
Bank Koperasi Tani dan Nelayan (BKTN) yang merupakan peleburan dari BRI, Bank
Tani Nelayan dan Nederlandsche Maatschappij (NHM).
Kemudian berdasarkan
Penetapan Presiden (Penpres) No. 9 tahun 1965, BKTN diintergrasikan ke dalam
Bank Indonesia dengan nama Bank Indonesia Urusan Koperasi Tani dan Nelayan.
Setelah berjalan selama satu bulan keluarlah Penetapan Presiden No. 17 tahun
1965 tentang pembentukan Bank tunggal dengan nama Bank Negara Indonesia. Dalam
ketentuan baru itu, Bank Indonesia Urusan Koperasi, Tani dan Nelayan (eks BKTN)
diintegrasikan dengan nama Bank Negara Indonesia unit II bidang Rural,
sedangkan NHM menjadi Bank Negara Indonesia unit II bidang Ekspor Impor (Exim).
Berdasarkan Undang-Undang No. 14 tahun 1967 tentang Pokok
Perbankan dan Undang-undang No. 13 tahun 1968 tentang Bank Sentral, yang
intinya mengembalikan fungsi Bank Indonesia sebagai Bank Sentral yang ada di
Indonesia dan Bank Negara Indonesia Unit II Bidang Rular dan Ekspor Impor
dipecahkan menjadi dua Bank yaitu Bank Rakyat Indonesia dan Bank Ekspor Impor
Indonesia. Selanjutnya berdasarkan Undang-undang No. 21 tahun 1968 menetapkan
kembali tugas-tugas pokok BRI sebagai Bank Umum. Sejak 1 Agustus 1992
berdasarkan Undang-undang perbankan No. 7 tahun 1992 dan Peraturan Pemerintah
RI No. 21 tahun 1992 status BRI berubah menjadi PT. Bank Rakyat Indonesia
(Persero) yang kepemilikannya masih 100% ditangan Pemerintah. PT. BRI (Persero)
yang didirikan sejak tahun 1895 didasarkan pelayanan pada masyarakat kecil
sampai sekarang tetap konsisten, yaitu dengan fokus memberian fasilitas kredit
kepada golongan pengusaha kecil atau rakyat miskin.
Hal ini tercermin pada
setiap perkembangan penyaluran KUK pada tahun 1994 sebesar Rp. 6.419,8 milyar
yang meningkat menjadi Rp. 8.231,1 milyar pada tahun 1995 dan pada tahun 1999
sampai dengan bulan September 1999 sebesar Rp. 20.466 milyar. Seiring dengan
perkembangan dunia perbankan yang semakin pesat maka sampai dengan saat ini
Bank Rakyat Indonesia mempunyai Unit Kerja yang berjumlah cukup banyak, yaitu
4.447 buah Unit Kerja diselurul Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Perubahan
2.1.1 Perubahan Kepemimpinan
Jika
suatu organisasi mau melakukan perubahan maka pemimpin yang mempunyai
transformasionallah yang dibutuhkan. Pemimpin yang membawa perubahan-perubahan
baru sehingga organisasi barunya nanti terlihat lebih fresh, lebih baik dari
sebelumnya, dan bisa meningkatkan status serta gengsi perusahaan. Gunawan (2007) menjabarkan bahwa kepemimpinan
transformasional merupakan sebuah proses di mana para pemimpin dan pengikut
saling menaikkan diri ketingkat moralitas dan motivasi yang lebih tinggi. Para
pemimpin transformasional mencoba menimbulkan kesadaran para pengikut dengan
menyerukan cita-cita yang lebih tinggi dan nilai-niali moral seperti
kemerdekaan, keadilan dan kemanusiaan, bukan didasarkan atas emosi seperti
keserakahan, kecemburuan atau kebencian. Kepemimpinan transformasional
berkaitan dengan nilai-nilai yang relevan bagi proses pertukaran (perubahan),
seperti kejujuran, keadilan dan tanggung jawab yang justru nilai seperti ini
hal yang sangat sulit ditemui di Indonesia.
Seorang
pemimpin transformasional dapat diukur dalam hubungannya dengan efek pemimpin
tersebut terhadap para pengikutnya. Para pengikut seorang pemimpin
transformasional merasa adanya kepercayaan, kekaguman, kesetiaan dan hormat
terhadap pemimpin tersebut dan mereka termotivasi untuk melakukan lebih
daripada yang awalnya diharapkan terhadap mereka.
Seorang
pemimpin transformasional memotivasi para pengikut dengan membuat mereka lebih
sadar mengenai pentingnya hasil-hasil pekerjaan, mendorong mereka untuk lebih
mementingkan organisasi atau negara daripada kepentingan diri sendiri dan
mengaktifkan (menstimulus) kebutuhan-kebutuhan mereka yang lebih tinggi.
Kepemimpinan transformasional mencakup tiga komponen, yaitu kharisma, stimulasi
intelektual, dan perhatian yang diindividualisasi. Kharisma dapat didefinisikan
sebagai sebuah proses dimana seorang pemimpin mempengaruhi para pengikut dengan
menimbulkan emosi-emosi yang kuat dan identifikasi dengan pemimpin tersebut.
Stimulasi intelektual adalah sebuah proses dimana para pemimpin meningkatkan
kesadaran para pengikut terhadap masalah-masalah dan mempengaruhi para pengikut
untuk memandang masalah-masalah dari prespektif yang baru. Perhatian yang
diindividualisasi termasuk memberikan dukungan, membesarkan hati dan memberi
pengalaman-pengalaman tentang pengembangan diri kepada pengikut (Gunawan,
2007). Salah satu bentuk gaya
kepemimpinan transformasional adalah menciptakan atau mendorong upaya
kreativitas bawahannya untuk membuat sesuatu yang baru yang bisa menghasilkan
nilai tambah bagi perusahaan sehingga kredibilitasnya meningkat dan kepercayaan
masyarakat bertambah seiring meningkatnya service atau pelayanan kepada
masyarakat.
Menurut penelitian Dewo (2010), seorang
pemimpin yang menunjukan gaya kepemimpinan transformasional mampu menumbuh
kembangkan kreativitas dengan menerapkan pemikiran kritis dan standar moral
yang baik bagi karyawannya, memberikan tugas-tugas baru untuk membangun potensi
serta memberikan pelatihan dan pengarahan agar pekerjaanya dapat selesai tepat
waktu dan efisien. Hal unik yang dimiliki pemimpin tersebut adalah kemampuannya
mempercayakan seluruh tanggung jawab yang diberikan kepada karyawan untuk dapat
menyelesaikan tugas-tugasnya dengan cara dan ide-ide sendiri namun tetap sesuai
prosedur kerja.
2.1.2 Perubahan Stategi, Taktik
dalam Perubahan Bank Rakyat Indonesia (BRI)
· STRATEGI
Sampai sekarang Bank Rakyat Indonesia (Persero) yang didirikan sejak tahun 1895
tetap konsisten memfokuskan pada pelayanan kepada masyarakat kecil, diantaranya
dengan memberikan fasilitas kredit kepada golongan pengusaha kecil. Hal ini
antara lain tercermin pada perkembangan penyaluran KUK (Kredit Usaha Kecil)
pada tahun 1994 sebesar Rp. 6.419,8 milyar yang meningkat menjadi Rp. 8.231,1
milyar pada tahun 1995 dan pada tahun 1999 sampai dengan bulan September
sebesar Rp. 20.466 milyar.
· TAKTIK
Seiring dengan perkembangan dunia perbankan yang semakin pesat maka sampai saat
ini Bank Rakyat Indonesia mempunyai unit kerja yang berjumlah 4.447 buah, yang
terdiri dari 1 Kantor Pusat BRI, 12 Kantor Wilayah, 12 Kantor Inspeksi /SPI,
170 Kantor Cabang (dalam negeri), 145 Kantor Cabang Pembantu, 1 Kantor Cabang
Khusus, 1 New York Agency, 1 Caymand Island Agency, 1 Kantor Perwakilan
Hongkong, 40 Kantor Kas Bayar, 6 Kantor Mobil Bank, 193 P.POINT, 3.705 BRI UNIT
dan 357 Pos Pelayanan Desa. Pada 19 Januari 2013, BRI juga meluncurkan sistem e-Tax,
yaitu layanan penerimaan pajak daerah secara online melalui layanan cash
management.
2.1.3 Perubahan Pengunaan M-Token
pada Internet Banking Bank Rakyat Indonesia (BRI)
· Ada
layanan baru yang bernama single mToken (khusus untuk TRANSFER & RTGS) jadi
klo mau transfer saya tidak bisa menggunakan salah satu dari 5 stok mToken yg
dikirim melalui sms…harus request single mToken (yg berlaku hanya untuk
beberapa menit saja)
· Untuk
layanan lain masih tetap sama…semuanya menggunakan 5 stok mToke
2.1.4 Strategi
Pengembangan SDM di Bank BRI dalam Mencetak SDM
Perubahan dilakukan pada tahun 1998, dimana dibentuk Tim
Budaya Kreatif yang bekerjasama dengan PT Service Quality Center Indonesia. Tim
ini berhasil melakukan perubahan dengan cara mengembangkan 5 budaya dasar yang
dianut oleh BRI yaitu Integritas, Profesionalisme, Kepuasan Nasabah,
Keteladanan, dan Penghargaan kepada Sumber Daya Manusia.Proses sosialisasi dan
penanaman budaya ini kepada seluruh jajaran BRI, BRI kemudian berkembang
menjadi sebuah organisasi yang lebih baik, bahkan sempat juga menerima
penghargaan sebagai salah satu BUMN terbaik di tanah air. Proses ini bukanlah
sebuah proses yang mudah, namun ternyata mampu memberikan hasil yang
diharapkan. Proses berkelanjutan dalam upaya sosialisasi dan internalisasi
nilai-nilai budaya tersebut terus dilakukan dengan berbagai cara misalnya
dengan pembentukan master trainer budaya kerja, pembentukan Change Agent pada
masing-masing tingkatan dari kantor pusat hingga kantor pembantu serta sosialisasi
ke semua jajaran. Selain upaya sosialisasi dan internalisasi nilai-nilai budaya
tersebut, BRI juga melakukan pengembangan dalam segi SDM agar bisa bersaing
dengan para kompetitor di dunia perbankan. Ada beberapa upaya yang dilakukan
dalam hal ini yaitu:
·
Perencanaan pengadaan SDM yang
dititikberatkan pada rekrutmen pegawai bidang pemasaran dan juga kader-kader
calon pemimpin BRI. Proses perekrutan ini dilakukan dengan beberapa cara mulai
dari pengadaan Program Pengembangan Staff (PPS) dan juga melalui outsourcing
untuk mendapatkan tenaga-tenaga pada posisi pekerjaan penunjang.
·
Selain itu, pihak BRI juga mendorong
mereka yang berada didalam BRI untuk menjadi human capital dalam arti SDM
manusia yang memiliki inovasi, kemauan untuk belajar dan berubah, serta mampu
memberikan daya dorong yang kreatif di tempat mereka bekerja. Upaya ini
dilakukan untuk mempersiapkan kader-kader calon pemimpin BRI di masa yang akan
datang
·
Adanya kebijakan reward dan punishment
yang konsisten dan adil kepada seluruh pekerja. Hal ini dilakukan untuk
menciptakan iklim dan lingkungan kerja yang kondusif, yang nantinya akan memacu
para pekerja untuk berbuat lebih baik lagi di tempat mereka bekerja. Berbagai
peraturan dibuat untuk membuat sistem atau kebijakan reward dan pusnishment ini
berjalan lebih optimal, salah satunya adalah Peraturan Disiplin yang telah
direvisi pada tahun 2009
·
Dalam upaya untuk menciptakan SDM BRI
yang kompeten (knowledgable workers), pihak BRI terus mengadakan kegiatan
pendidikan dan pelatihan kepada seluruh jajarannya. Kegiatan pendidikan dan
pelatihan ini dilaksanakan di beberapa tempat yaitu di enam sentra pendidikan
BRI (Jakarta, Bandung, Surabaya, Yogyakarta, Makassar dan Padang), serta di
Pusdiklat Jakarta.
2.1.5 Perubahan logo Bank Rakyat
Indonesia (BRI)
Berdasarkan filosofi bentuk. Garis
Horizontal menggambarkan keadaan yang tenang dan pasif, sedangkan bentuk
melengkung memiliki makna dinamis dan lincah.
Berdasarkan perubahan ketinggian
garis dari kiri ke kanan pada bagian logo tersebut mengisahkan perjalanan dari
Bank BRI yang terus bangkit meskipun sempat terjatuh.
Bila
dilihat berdasarkan sejarahnya, bentuk di atas merupakan grafik dari
perkembangan Bank BRI mulai dari lahir hingga sekarang.
·
1895 Merupakan tahun kelahiran Bank BRI
yang kemudian diresmikan sebagai Bank Pemerintah pada tahun 1946 setelah
periode kemerdekaan RI.
·
1948 Kegiatan Bank BRI sempat terhenti
pada masa perang mempertahankan kemerdekaan.
·
1949
Mulai aktif kembali setelah Perjanjian Renville.
·
1960 Dibentuk Bank Koperasi Tani dan
Nelayan (BKTN) yang merupakan peleburan dari BRI, Bank Tani Nelayan dan
Nederlandsche Maatschappij (NHM).
·
1965 Pembentukan bank tunggal dengan
nama Bank Negara Indonesia berdasarkan PenPres No. 17 tahun 1965.
·
1967-1968 Pengembalian fungsi dan
ditetapkannya kembali Bank BRI sebagai Bank umum.
·
1992 Berdasarkan Undang-Undang Perbankan
No. 7 tahun 1992 dan Peraturan Pemerintah RI No. 21 tahun 1992 status BRI
berubah menjadi perseroan terbatas. Kepemilikan BRI saat itu masih 100% di
tangan Pemerintah Republik Indonesia.
·
2003 Pada tahun 2003, Pemerintah
Indonesia memutuskan untuk menjual 30% saham bank ini, sehingga menjadi
perusahaan publik dengan nama resmi PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk.,
yang masih digunakan sampai dengan saat ini.
·
Bentuk logo dengan garis melengkung,
memberikan citra dinamis dan lincah. selain itu bentuk melengkung juga
merupakan line of beauty yang melambangkan keindahan dan keelokan.
·
Penataan huruf B, R, dan I pada logo
tersebut yang ditata sedemikian rupa sehingga memberi kesan irama dari huruf B
yang memiliki dua lengkungan, kemudian huruf R yang tersisa satu lengkungan dan
digantikan dengan bentuk yang lurus, dan selanjutnya huruf I yang melebur
bersama garis pembatas tanpa adanya lengkungan seperti pada huruf B dan R.
Irama tersebut mencerminkan Misi BRI
yang berusaha memberikan pelayanan terbaik agar dapat meningkatkan
perekonomian masyarakat.
·
Selanjutnya Kotak dengan sudut yang
lembut pada sekeliling huruf BRI memiliki makna bahwa pelayanan Bank BRI
memiliki cakupan yang luas untuk segala kalangan. Penataan lengkungan tersebut
juga dapat mewakili keadaan eknomi yaitu : Pada huruf "B" terdapat
dua Lengkungan yang berarti kehidupan ekonomi yang masih sangat labil karena
bentuk lengkung juga mewakili makna tujuan yang kurang jelas, Sedangkan ada
huruf "R" terdapat satu Lengkungan yang kemudian berlanjut dengan
garis diagonal yang dapat dimaknakan kurang seimbang yang dapat mewakili
masyarakat dengan kehidupan ekonomi menengah.dan kemudian pada Huruf
"I" yang merupakan garis vertikal tegak lurus melambangkan
kestabilan, keagungan, dan kemegahan yang dapat mewakili kalangan masyarakat
dengan ekonomi yang sangat baik.
2.2 Faktor-faktor yang diperkirakan dapat menghambat atau
menghalangi bagi terjadinya proses perubahan sosial tersebut antara lain:
1.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang lambat
Salah
satu aspek pendorong terjadinya perubahan sosial budaya adalah majunya
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek). Majunya perkembangan iptek
menjadi indikator pula majunya taraf perkembangan budaya suatu masyarakat.
Sementara maju dan tingginya taraf peradaban suatu masyarakat menyebabkan
masyarakat tersebut akan cepat atau mudah mengadakan adaptasi (penyesuaian)
terhadap munculnya perubahan-perubahan yang datang dari luar masyarakat yang
bersangkutan. Oleh karena itu, apabila di dalam suatu masyarakat terjadi hal
yang sebaliknya, yakni mengalami kelambanan dalam perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologinya, maka akan menyebabkan terhambatnya laju perubahan-perubahan
sosial budaya pada masyarakat yang bersangkutan.
2.
Kurangnya hubungan dengan masyarakat lain
Adanya
kehidupan masyarakat yang tertutup, hingga menyebabkan setiap warganya sulit
untuk melakukan kontak atau hubungan dengan masyarakat lain, menyebabkan warga
masyarakat tersebut terasing dari dunia luar. Akibatnya, bahwa masyarakat
tersebut tidak dapat mengetahui perkembangan-perkembangan apa yang terjadi pada
masyarakat lain di luarnya. Jika hal tersebut tetap berlangsung, atau bahkan
tidak sepanjang masa maka akan menyebabkan kemunduran bagi masyarakat yang
bersangkutan, sebab mereka tidak memperoleh masukan-masukan misalnya saja
pengalaman dari kebudayaan lain, yang dapat memperkaya bagi kebudayaan yang
bersangkutan. Oleh karena itu, faktor ketertutupan atau kurangnya hubungan
dengan masyarakat atau kebudayaan lain, menjadi salah satu faktor yang dapat
menghambat atau menghalangi bagi proses perubahan sosial dan budaya di dalam
masyarakat.
3.
Rasa takut akan terjadinya kegoyahan pada integrasi kebudayaan
Adanya
kekhawatiran di kalangan masyarakat akan terjadinya kegoyahan seandainya
terjadi integrasi di antara berbagai unsur-unsur kebudayaan, juga menjadi salah
satu faktor lain terhambatnya suatu proses perubahan sosial budaya. Memang
harus diakui bahwa tidak mungkin suatu proses integrasi di antara unsur-unsur
kebudayaan itu akan berlangsung secara damai dan sempurna, sebab biasanya
unsur-unsur dari luar dapat menggoyahkan proses integrasi tersebut, serta dapat
menyebabkan pula terjadinya perubahan-perubahan pada aspek-aspek tertentu dalam
masyarakat.
4.
Adat dan kebiasaan
Setiap
masyarakat di manapun tempatnya, pasti memiliki adat serta kebiasaan tertentu
yang harus ditaati dan diikuti oleh seluruh anggotamasyarakat. Adat dan
kebiasaan adalah seperangkat norma-norma (aturan tidak tertulis) yang berfungsi
sebagai pedo-man bertingkah laku bagi seluruh anggota masyarakat. Adat biasanya
berisi pola-pola perilaku yang telah diyakini dan diterima oleh masyarakat
secara turun-temurun, bersifat kekal (abadi), dan oleh karena itu harus ditaati
oleh seluruh anggota masyarakat, serta bersifat mengikat. Artinya, apabila ada
sebagian anggota masyarakat yang tidak mengindahkan aturan adat maka akan
mendapat sanksi yang berat baik sanksi moral maupun sosial dari masyarakat.
Sedangkan kebiasaan adalah perbuatan yang pantas dikerjakan maka diterima oleh
masyarakat. Karena pantas dikerjakan dan telah diterima oleh masyarakat, maka
kebiasaan menjadi perilaku yang diulang-ulang dari generasi terdahulu ke
generasi berikutnya (secara turun-temurun) sehingga menjadi semacam aturan
(norma) yang harus diikuti oleh setiap anggota masyarakat. Meskipun tidak
sekuat adat, norma kebiasaan juga memiliki daya pengikat tertentu yang dapat
menyebabkan setiap anggota berperilaku sesuai dengan kebiasaan yang berlaku
dalam masyarakat.
5.
Adanya kepentingan-kepentingan yang telah tertanam kuat (vested interests)
Dalam
setiap organisasi sosial yang mengenal sistem berlapis-lapisan, pasti akan ada
sekelompok orang-orang yang menikmati kedudukan dalam suatu proses perubahan.
Pada masyarakat-masyarakat yang sedang mengalami masa transisi, misalnya saja
dari otoritarianisme ke sistem demokrasi biasanya terdapat segolongan
orang-orang yang merasa dirinya berjasa atas terjadinya perubahan-perubahan.
Pada segolongan masyarakat yang berjasa itu biasanya akan selalu
mengidentifikasikan diri dengan usaha serta jasa-jasanya tersebut, sehingga sulit
sekali bagi mereka untuk melepaskan kedudukan yang baru diperolehnya itu dalam
suatu proses perubahan. Hal inilah yang juga dirasa menjadi salah satu faktor
penghalang berikutnya bagi jalannya suatu proses perubahan.
6.
Prasangka terhadap hal-hal baru atau asing atau sikap tertutup
Adanya
sikap semacam itu, misalnya dapat saja dialami oleh suatu masyarakat (bangsa)
yang pada masa lalunya pernah mengalami pengalaman pahit selama berinteraksi
dengan masyarakat (bangsa) lainnya di dunia. Sebut saja misalnya pada
masyarakat-masyarakat yang dahulunya pernah mengalami proses penjajahan oleh
bangsa lain, seperti bangsa-bangsa di kawasan Asia dan Afrika oleh penjajahan
bangsa Barat. Mereka tidak akan melupakan begitu saja atas berbagai pengalaman
pahit yang pernah diterimanya pada masa lalu, dan hal tersebut ternyata
berdampak pada munculnya kecurigaan di kalangan bangsa-bangsa yang pernah
dijajah itu terhadap sesuatu atau apa-apa yang datang dari barat. Selanjutnya,
karena secara kebetulan unsur-unsur baru yang masuk itu juga kebanyakan berasal
dari negara-negara barat, maka prasangka-prasangka (negatif) juga tetap ada,
terutama akibat rasa kekawatiran mereka akan munculnya penjajahan kembali yang
masuk melalui unsur-unsur budaya tersebut. Dengan demikian munculnya prasangka
serta adanya sikap menolak terhadap kebudayaan asing juga akan menjadi salah
satu faktor penghambat lain bagi jalannya proses perubahan sosial budaya suatu
masyarakat.
7.
Nilai bahwa hidup ini buruk dan tidak mungkin dapat diperbaiki
Di
kalangan masyarakat terdapat kepercayaan bahwa hidup di dunia itu tidak perlu
ngoyo (terlalu berambisi) sebab baik buruknya suatu kehidupan (nasib/takdir)
itu sudah ada yang mengatur, oleh karena itu harus dijalaninya secara wajar.
Sementara jika manusia diberikan kehidupan yang jelek, maka harus diterimanya
pula apa adanya (nrimo ing pandum) serta dengan penuh kepasrahan karena memang
nasib yang harus diterimanya demikian. Dengan demikian manusia tidak perlu
repot-repot berusaha, apalagi sampai ngoyo, karena tidak ada gunanya sebab
hasilnya pasti akan jelek, sebab sudah ditakdirkan jelek. Adanya keyakinan dari
masyarakat untuk selalu menerima setiap nasib yang diberikan Tuhan kepada
manusia dengan penuh kepasrahan, termasuk bila harus menerima nasib (takdir)
buruk, menyebabkan kehidupan masyarakat menjadi bersifat pesimistis dan statis,
atau bahkan fatalistik. Adanya pemahaman yang keliru tentang nasib manusia
itulah, sehingga di dalam masyarakat tidak muncul dinamisasi, yang berarti
tidak ada perubahan, atau jika ada perubahan maka hal tersebut akan berjalan
secara lambat.
8.
Hambatan yang bersifat ideologis
Adanya faktor penghambat yang bersifat
ideologis, karena biasanya setiap usaha mengadakan perubahan-perubahan pada
unsur-unsur kebudayaan rohaniah, akan diartikan sebagai suatu usaha yang
berlawanan dengan ideologi masyarakat yang merupakan dasar bagi terciptanya
integrasi dari masyarakat yang bersangkutan. Oleh karena itu faktor-faktor yang
bersifat ideologis akan tetap menjadi perintang bagi jalannya
perubahan-perubahan.
9
.Sikap masyarakat yang sangat tradisional
Apabila
di dalam masyarakat muncul suatu sikap mengagung-agungkan akan tradisi masa
lampau serta menganggap bahwa tradisi tersebut secara mutlak tak dapat dirubah,
maka sudah dapat dipastikan bahwa pada masya-rakat tersebut akan mengalami
hambatan-hambatan dalam proses perubahan sosial budayanya. Keadaan tersebut
akan menjadi lebih parah lagi apabila golongan yang berkuasa dalam masyarakat
juga berasal dari golongan yang bersifat konservatif, yakni suatu golongan yang
notabenenya adalah penentang atau anti terhadap perubahan-perubahan.
Selain
yang sudah disebutkan di atas, dilihat dari segi intern (dari dalam masyarakat
yang mengalami perubahan),terjadinya proses perubahan sosial juga dapat
terhambat oleh karena adanya faktor-faktor sebagai berikut:
· Adanya
sikap masyarakat yang ragu-ragu, bahkan curiga terhadap sesuatu yang baru yang
dianggap dapat berdampak negatif.
· Adanya
kecenderungan dari masyarakat untuk menyukai dan mempertahankan sesuatu hal
yang lama.
· Kurangnya
pengetahuan dan pendidikan masyarakat terhadap sesuatu yang baru.
2.3 Key
Success Factor
Faktor kunci keberhasilan mengacu
pada beberapa faktor yang penting dalam menghadapi persaingan di masa depan. Faktor-faktor
kunci keberhasilan satu industri berbeda dari lainnya. Berikut ini adalah
beberapa faktor penting yang dapat menjadi kunci sukses bagi suatu perusahaan
agar dapat bersaing dalam industri perbankan:
1.
Teknologi
Teknologi
terbaru memainkan peran yang sangat penting dalam industri perbankan. Ini
membantu dalam memperkenalkan produk-produk inovatif sesuai dengan permintaan
konsumen. Teknologi dapat digunakan untuk menurunkan menurunkan biaya transaksi
dan meningkatkan kualitas produk. Misalnya ketika bank-bank menyadari bahwa
mereka dapat menurunkan biaya transaksi mereka dengan menginstal kartu ATM dan
debit mereka akan melakukannya. Teknologi dapat menyimpan biaya overhead dan
meningkatkan kenyamanan bagi pelanggan dengan menyediakan 24/7 layanan.
Perbankan online meningkat pesat karena perubahan teknologi yang cepat. Untuk
melayani nasabah 24 jam sehari dan 7 hari seminggu, Bank BRI secara terus
menerus melakukan penyempurnaan dan pengembangan fitur electronic banking.
Media electronik akan memudahkan nasabah dalam memperoleh informasi,
berkomunikasi dan melakukan transaksi perbankan melalui fasilitas ATM,
Electronic Data Capture (EDC), phone banking, electronic fund transfer, telepon
genggam (SMS Banking), dan internet banking.
2. Harga terbaik
Persaingan
yang tinggi didalam industri perbankan menuntut semua bank untuk memberikan
harga terbaik pada semua produknya. BRI dalam hal ini memberikan harga terbaik
untuk para nasabahnya. Dengan adanya penurunan bunga kredit ini diharapkan
ekspansi kredit akan meningkat dan mampu menggerakkan dunia usaha.
3.
Kualitas Pelayanan
Kualitas
pelayanan mencakup semua dimensi kualitas yang konsumen inginkan. BRI saat ini
dan kedepan terus berusaha meningkatkan kualitas layanan kepada nasabah untuk
meningkatkan kepuasan dan loyalitas nasabah sehingga pada akhirnya dampak
positif terhadap pertumbuhan bisnis BRI. Beberapa hal yang dilakukan BRI dalam
meningkatkan layanan menurut antara lain sebagai berikut:
·
Meningkatkan awareness dan semangat
layanan dengan melakukan "Service Quality Roadshow"
· Melakukan
implementasi budaya layanan pada seluruh jajaran pekerja BRI.
· Melakukan
identifikasi kebutuhan nasabah melalui kegiatan Focus Group Discussion dengan
nasabah dan melakukan customer satisfaction survey secara berkala.
· Melakukan
perbaikan secara menyeluruh dan terus menerus terhadap seluruh aspek yang
berkaitan dengan dimensi layanan yang di antaranya meliputi people, internal
process, premises serta product misalnya simplifikasi proses bisnis, penataan
kembali lay out kantor, perbaikan infrastruktur pendukung dan monitoring yang
ketat terhadap service level agreement yang telah disepakati bersama dan
lain-lain.
4. Brand Image
Bank BRI merupakan salah satu yang paling
dikenal di Indonesia mengingat sejarah kegiatan usahanya lebih dari 115 tahun
dan jumlah jaringan yang terbanyak di Indonesia. Bank BRI juga banyak mendapat
penghargaan menjadi bank terbaik. Selain telah dikenal secara internasional
maupun domestik sebagai perintis dalam pasar pembiayaan mikro dan sebagai bank
pembiayaan mikro terdepan di Indonesia. Bank BRI juga berkeyakinan bahwa nama
bank BRI telah dikenal baik oleh rakyat Indonesia dari berbagai kelas sosial
dan ekonomi. Hal ini memberikan landasan yang kuat untuk memperluas distribusi
produk dan layanan. Kantor BRI Cabang Klaten melakukan rutinitas event besar
minimal 1 kali dalam setahun dan event kecil minimal 2 kali dalam setahun.
5.
Lokasi dan Kenyamanan
Didalam industri perbankan kenyamanan menjadi
salah satu daya tarik kosumen. Sebagai contohnya jika sebuah bank memiliki
jaringan yang luas maka akan mudah bagi pelanggan melakukan transaksi dengan
nyaman. Jaringan distribusi yang luas menjadi dasar bagi bisnis bank BRI dan
merupakan salah satu kekuatan utama. Jaringan distribusi ini meliputi kantor
wilayah, kantor cabang, kantor cabang pembantu, kantor cabang syariah, BRI
unit, pos pelayanan desa dan ATM. Jaringan distribusi bank BRI sangat beragam
secara geografis dan tersebar di seluruh Indonesia. Bank BRI menawarkan jasa
perbankan ritel, konsumen dan menengah melalui kantor cabang dan kantor cabang
pembantu.
BAB III
KESIMPULAN
3.1
Kesimpulan
Dapat
disimpulkan bahwa kegiatan yang dilakukan Bank Rakyat Indonesia dalam bersaing
di dunia perbankan di Indonesia secara adil dan tertib sesuai dengan peraturan
yang telah ditetapkan oleh pemerintah. BRI sendiri telah mendirikan cabang
diseluruh Indonesia kurang lebih 4.447 unit cabang yang dapat membantu kantor
pusat dalam melaksakan tugasnya. Bank BRI juga mendirikan unit kerja Teras BRI
yang ada disetiap pasar tradisional untuk para masyarakat menengah dan
masyrakat bawah. Guna menambah banyak nasabah yang tidak dipandang, karena BRI
selalu memberikan yang terbaik untuk setiap masyarakat dan tidak membedakan
masyarakat kecil dan masyarakat besar. Unit kerja yang dilaksanakan oleh BRI
dapat menjadi BRI sebagai bank umum yang selalu dekat dengan setiap rakyat di
Indonesia. Dukungan dari para karyawan BRI mutlak diperlukan oleh Bank BRI
dalam menghadapi masa-masa sulit. Sikap proaktif dan upaya pembenahan dari
dalam (internal perusahaan) disiapkan sebaik mungkin agar jika pada saat
kondisi sudah stabil perusahaan bisa lebih maju lagi, dan untuk ini diperlukan
sosok pemimpin yang demokratis.
3.2
Saran
Unit kerja yang dibikin
BRI sebaiknya ditambah lagi agar menambamn persaingan di dunia perbankan Indonesia. Semoga Bank BRI
bisa menjadi bank yang terdepan di Indonesia dalam
bersaing dengan adil dan sehat, dan tidak berbuat curang. Supaya dapat
mewujudkan visi dan misi sesuai
dengan peraturan dan bisa tercapainya tujuan bersama untuk rakyat In donesia.
DAFTAR PUSTAKA